Saturday, February 2, 2013

Mari Bersama MENGGALI KUBURAN KERAMAT!

oleh Hasan Al-Jaizy



Saya sangat cemburu, ketika mendengar khutabaa' di masjid-masjid, atau di majelis-majelis, menyampaikan kalimat-kalimat ajaib yang menggugah dan terkesan berlebih, sehingga memacu manusia atau pendengar untuk takjub. Saya cemburu karena rupanya kalimat itu dinisbatkan kepada Al-Mustafha, Muhammad -shallallahu alaihi wa sallam-. Saya cemburu karena dengan keajaiban kalimat itu, tak sedikitpun keterangan sahih atau dhaifnya atau maudhu'nya. Tak sedikitpun penyebutan siapa perawinya. Apa mungkin disebabkan kitab-kitab kuning yang mereka pelajari dan dalami memang tak mencantumkan sedikitpun akan itu? Atau mungkin mereka terlalu longgar, super permisif dan tak peduli sama sekali akan keabsahan dan kepalsuan penisbatan kalam pada Nabi.

Bukan karena benci terhadap para khuthabaa'; melainkan ini kecemburuan yang juga diliputi rasa takut. Lancang mengklaim sesuatu tersambung pada Nabi, sementara tak terbukti dan tercurigai tidak tersambung. Lancang mengklaim bersanad dan berketurunan dari keluarga Nabi, sementara tak menjulurkan bukti bahkan terkesan suspicious bahwa itu hanya sebuah pencitraan semata.

Dan apa hasil dan natijah dari longgarnya manusia pada hal seperti ini? Bid'ah ( baik itu disebut hasanah atau dhalalah), takhayyul, khurafat dan ketidakpedulian akan sunnah.


Karena itulah, sebagian ikhwah, alhamdulillah, terlihat semakin bersemangat menggali kuburan keramat, yaitu ilmu-ilmu yang berkaitan dengan riwayat dan dirayat. Ilmu riwayat, seperti musthalah hadits, tarajum, rijal dan semacamnya. Dirayat, seperti Ushul Fiqh, Lughah Arabiyyah dan lainnya. Mereka belajar bertujuan untuk apa? Untuk dua hal:

[1] Tashfiyyah (Menjernihkan)
[2] Tarbiyyah (Mendidik)

Tasfiyyah, yaitu menjernihkan, sebuah upaya menjernihkan diri sendiri juga orang lain dari syirik kecil atau besar, bid'ah, khurafat, takhayyul, sekularisme, liberalisme dan banyak lagi.

Tarbiyyah, yaitu mendidik dan membimbing diri sendiri juga orang lain dari erosi moral, krisis kepercayaan terhadap teks wahyu, nilai-nilai ketidakbertuhanan, dan masih banyak lagi.

Dengan keduanya, maka terwujudlah pribadi atau mujtama' (masyarakat) yang rabbaniy. Jika itu terwujud, maka Khilafah adalah janji Allah yang pasti. Tidak mungkin membangun Khilafah dahulu, baru menegakkan Tashfiyyah dan Tarbiyyah kemudian. Terlebih jika yang mendemonstrasikan dan mempresentasikan teori Khilafah adalah jiwa-jiwa yang tak kenal teori Tashfiyyah dan Tarbiyyah. Bagaikan mencuci pakaian dengan air comberan.

Karena itu, kami mengajak dan senantiasa diajak untuk menjadikan ilmu sebagai hal terawal yang dituntut. Yang kemudian, ilmu bermanfaat akan menuntut amalan. Amalan shaleh akan menuntut dakwah dengan bijak, hikmah dan diskusi yang ditujukan untuk mengabarkan kebenaran, bukan untuk mengaburkan atau mengubur kebenaran.

Mulailah dari asas dan ushul, karena tiada akibat kecuali disebabkan asal usul.
Jangan memulai dari akibat, karena memimpikan akibat tanpa asas dan ushul, bagai mendaki angkasa dengan melompat-lompat saja selamanya.http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/499752533399470

No comments:

Post a Comment