oleh Hasan Al-Jaizy
Memahami ikhtilaf ulama [Fiqh Al-Khilaaf] itu teramat urgent bagi para pelajar yang menenggelamkan pandangan ilmiahnya pada ilmu agama. Memahami bagaimana para ulama berbeda pendapat dalam ratusan masalah, bagaimana perbedaan pendalilan [thuruq al-istinbath] mereka, dan bagaimana mereka tetap hormat satu sama lain dalam perbedaan pendapat dan pemahaman.
Namun justru beberapa pelajar lebih bersyah
Memahami ikhtilaf ulama [Fiqh Al-Khilaaf] itu teramat urgent bagi para pelajar yang menenggelamkan pandangan ilmiahnya pada ilmu agama. Memahami bagaimana para ulama berbeda pendapat dalam ratusan masalah, bagaimana perbedaan pendalilan [thuruq al-istinbath] mereka, dan bagaimana mereka tetap hormat satu sama lain dalam perbedaan pendapat dan pemahaman.
Namun justru beberapa pelajar lebih bersyah
wat pada iftiraaq ummah [perpecahan umat] atau malah mereka yang menyebarkan hawa-hawa panas dengan men-jarh men-tajriih semau nafsu.
Perbedaan sikap para pelajar golongan pertama dan kedua sangat berbeda. Golongan pertama lebih condong berlapang dada [inshaaf] dalam menyikapi perselisihan, sedangkan yang kedua condong meronta-ronta sambil mencela siapapun yang teranggap di benak nafsunya berbeda.
Perbedaan sikap para pelajar golongan pertama dan kedua sangat berbeda. Golongan pertama lebih condong berlapang dada [inshaaf] dalam menyikapi perselisihan, sedangkan yang kedua condong meronta-ronta sambil mencela siapapun yang teranggap di benak nafsunya berbeda.
Jika seorang thalib ingin menjadi seorang faqih kelak, maka yang patut ia lakukan dalam keseharianny adalah merendam pandangan pada kitab-kitab warisan para ulama berbahasa Arab dan tidak berlarut-larut dalam menyelimuti hati dengan balutan pembahasan perpecahan, hizbiyyah dan fitan.
Namun jika seorang thalib sedari awal memang berniat untuk menjadi nomor satu dan ingin dilihat/dipandang, maka yang pertama kali dan seterusnya dilakukan adalah memusatkan pikiran pada 'bagaimana-aku-mengkritik-mereka', bukan pada 'bagaimana-aku-mengubur-kebodohanku-sedikit-demi-sedikit'.
Maka janganlah kita berlarut-larut merebus perhatian kita pada air keheranan yang mendidih menguap melihat sebagian kecil pemuda-pemuda yang mengaku 'mencari-ilmu' namun justru 'mencari-aib-orang-berilmu'
Namun jika seorang thalib sedari awal memang berniat untuk menjadi nomor satu dan ingin dilihat/dipandang, maka yang pertama kali dan seterusnya dilakukan adalah memusatkan pikiran pada 'bagaimana-aku-mengkritik-mereka', bukan pada 'bagaimana-aku-mengubur-kebodohanku-sedikit-demi-sedikit'.
Maka janganlah kita berlarut-larut merebus perhatian kita pada air keheranan yang mendidih menguap melihat sebagian kecil pemuda-pemuda yang mengaku 'mencari-ilmu' namun justru 'mencari-aib-orang-berilmu'
No comments:
Post a Comment