oleh Hasan Al-Jaizy
Semenjak masih di bangku sekolah, saya selalu menyia-nyiakan dan membuang-buang tulisan sendiri. Beberapa buku karangan [meskipun itu hanya karangan main-main] hilang, raib dan lenyap begitu saja; padahal menulisnya ya memakai 'otak'. Emak sedari dulu sudah menasehati, 'kalau kamu punya tulisan ya dikumpulin, jangan diecer-ecerin.'
Tapi sedari dulu, saya menulis hanya untuk dibaca manusia atau jin. Itu saja. Memungut kembali itu sulit buat saya. Dan agak menyesal juga sekarang. Kalau melihat tulisan saya dibajak orang [misalnya: di blog seseorang ada tulisan yang jelas 'gue-banget', tapi dianggap miliknya], rasanya sakit hati.
Bapak saya juga sudah bilang, 'Kamu kumpulkan tulisan2mu sehingga menjadi sebuah dokumen rapi. Dan jangan serahkan perkara itu ke orang lain. Saya benar-benar menyesal dulu menyerahkan perkara ini ke orang lain.'
Masalahnya, saya malas membuka lembaran lama yang berisikan karya -terlebih menulis ulang atau mencopasnya menjadi dokumen. Rasanya berat sekali. Ini karena kebiasaan sejak sekolah: berkarya-->karya dinikmati orang-->karya terbuang....terbuang...terbuan g
Semenjak masih di bangku sekolah, saya selalu menyia-nyiakan dan membuang-buang tulisan sendiri. Beberapa buku karangan [meskipun itu hanya karangan main-main] hilang, raib dan lenyap begitu saja; padahal menulisnya ya memakai 'otak'. Emak sedari dulu sudah menasehati, 'kalau kamu punya tulisan ya dikumpulin, jangan diecer-ecerin.'
Tapi sedari dulu, saya menulis hanya untuk dibaca manusia atau jin. Itu saja. Memungut kembali itu sulit buat saya. Dan agak menyesal juga sekarang. Kalau melihat tulisan saya dibajak orang [misalnya: di blog seseorang ada tulisan yang jelas 'gue-banget', tapi dianggap miliknya], rasanya sakit hati.
Bapak saya juga sudah bilang, 'Kamu kumpulkan tulisan2mu sehingga menjadi sebuah dokumen rapi. Dan jangan serahkan perkara itu ke orang lain. Saya benar-benar menyesal dulu menyerahkan perkara ini ke orang lain.'
Masalahnya, saya malas membuka lembaran lama yang berisikan karya -terlebih menulis ulang atau mencopasnya menjadi dokumen. Rasanya berat sekali. Ini karena kebiasaan sejak sekolah: berkarya-->karya dinikmati orang-->karya terbuang....terbuang...terbuan
No comments:
Post a Comment